Sekilas paket kebijakan ekonomi pemerintah
Menjelang pengumuman
paket kebijakan ekonomi jilid keenam, mari kita lihat kembali rangkuman dari
berbagai kebijakan dalam paket pertama hingga kelima
JAKARTA, Indonesia —
Sejauh ini, pemerintah telah mengumumkan lima paket kebijakan ekonomi. Ada
pesan yang jelas dari paket pertama hingga kelima: Pemerintah ingin mendorong
laju pertumbuhan ekonomi.
Sebelum kembali tumbuh positif di kuartal tiga 2015,
pertumbuhan ekonomi kita memang sempat terus melambat.
Semua komponen dalam
"mesin" pertumbuhan mulai dari konsumsi, investasi, belanja
pemerintah hingga performa neraca perdagangan, disentuh oleh berbagai kebijakan
dalam lima paket yang telah diluncurkan
Menjelang pengumuman
paket kebijakan ekonomi terbaru atau jilid keenam, mari kita lihat kembali
rangkuman dari berbagai kebijakan tersebut.
Paket ekonomi pertama: Insentif untuk semua pemangku kepentingan
Dalam paket kebijakan
pertama, pemerintah menegaskan komitmennya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Berbagai kebiijakan diambil untuk memberikan insentif dan kemudahan bagi
aktivitas para pemangku kepentingan dalam perekonomian.
Ada proses deregulasi
untuk investor, subsidi bunga kredit untuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) hingga rumah murah untuk masyarakat pekerja.
Kelemahan dari paket
jilid pertama adalah sifatnya yang baru berdampak nyata dalam jangka menengah
panjang.
"Nature dari
paket kebijakan ini lebih bersifat jangka menengah dan jangka panjang. Saya
masih belum melihat paket kebijakan ini akan berdampak segera di tahun
ini," kata ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal ketika itu.
Paket kebijakan ekonomi kedua: Fokus undang investasi dengan lima jurus
Mendorong pertumbuhan
investasi di Indonesia menjadi fokus dari paket kebijakan ekonomi jilid kedua.
Sejumlah strategi telah disiapkan untuk mencapai tujuan tersebut. Apa saja?
1. Proses perizinan yang lebih sederhana
Pemerintah kembali
menegaskan komitmennya untuk mewujudkan proses perizinan yang lebih sederhana
dalam proses penanaman investasi. Hal ini diharapkan dapat membuat iklim
investasi di Indonesia menjadi semakin kondusif.
"Izin lingkungan
di kawasan industri sudah diberikan kepada kawasannya, sehingga untuk investasi
di dalamnya tidak perlu izin lagi. Dengan demikian, waktu untuk mengurus izin
investasi di kawasan industri menjadi jauh lebih cepat, sekitar tiga jam
saja," ujar Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dalam
pernyataan persnya Istana Negara saat peluncuran.
2. Pengesahan tax allowance dan tax holiday yang
lebih cepat
Dalam paket kebijakan
ekonomi kali ini, pemerintah juga berusaha mengoptimalkan insentif tax allowance dan tax holiday yang
sebelumnya telah disahkan masing-masing dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18
dan No. 159 tahun 2015.
Caranya adalah dengan
memastikan proses pemberian persetujuan dapat berlangsung relatif cepat bagi
wajib pajak yang mengajukan permohonan untuk memperoleh kedua insentif
tersebut.
3. Pembebasan PPN untuk impor alat angkut tertentu
Melalui Peraturan
Pemerintah (PP) No. 69 tahun 2015, pemerintah akan membebaskan pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) atas impor alat angkutan tertentu. Dengan kebijakan
ini, biaya pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia diharapkan dapat
ditekan.
Apa saja alat angkut
yang impornya akan bebas PPN? Di antaranya adalah galangan kapal dan pesawat
udara dengan suku cadangnya. Daftar lengkapnya bisa kamu baca di sini.
4. Pajak bunga deposito yang lebih rendah bagi eksportir
Pemerintah siap untuk
memberikan pajak bunga deposito yang lebih rendah bagi para eksportir Indonesia
yang menyimpan dananya di bank-bank tanah air. Langkah ini diharapkan dapat
menjadi insentif bagi mereka agar tak "memarkir" Devisa Hasil Ekspor
(DHE) di luar negeri.
5. Pemerintah daerah siap mendukung
Dalam proses
implementasinya, berbagai kebijakan yang termuat dalam paket kebijakan ekonomi
jilid dua ini juga akan memperoleh dukungan penuh pemerintah daerah, demikian
ditegaskan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
"Kalau di pusat
perizinan cepat, maka di daerah juga harus cepat," kata Pramono.
Paket kebijakan ketiga: Kuatkan daya saing dunia usaha
Paket kebijakan ketiga
meluncur di tengah tekanan terhadap daya saing dunia usaha dalam negeri.
Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membuat biaya impor semakin
tinggi. Meskipun menguntungkan para eksportir, hal ini di sisi lain membuat
situasi perekonomian Indonesia menjadi tak kondusif.
Karena itu dalam paket
kebijakan jilid tiga ini diluncurkan sejumlah insentif untuk menurunkan biaya
perusahaan dalam proses produksi dan memperoleh tambahan modal. Apa saja?
1. Penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), gas, dan listrik: Harga avtur,Liquified Petroleum Gas (LPG) 12 kg, Pertamax, dan
Pertalite efektif turun sejak 1 Oktober 2015.
Sedangkan harga gas
untuk pabrik dari lapangan gas baru ditetapkan sesuai dengan kemampuan daya
beli industri pupuk dan harga listrik untuk pelanggan industri I3 dan I4
akan turun sebesar Rp 12 – Rp 13 per kWh mengikuti turunnya harga minyak dunia.
2. Perluasan wirausahawan penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR): Untuk meningkatkan akses wirausahawan kepada kredit perbankan, pemerintah
telah menurunkan tingkat bunga KUR dari sekitar 22 persen menjadi 12 persen.
3. Penyederhanaan izin pertanahan dalam kegiatan penanaman modal: Di bidang pertanahan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional merevisi Peraturan Menteri No. 2 tahun 2015 tentang Standar
Pelayanan dan Pengaturan Agraria, Tata Ruang, dan Pertanahan dalam Kegiatan
Penanaman Modal. Tujuannya, membuat proses mengurus izin pertanahan menjadi
lebih efisien.
Paket kebijakan ekonomi keempat: Formula baru perhitungan upah minimum dan
kredit modal kerja untuk produsen barang ekspor
Produktivitas pekerja
adalah salah satu fondasi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi.
Untuk memberikan
insentif kepada pekerja sekaligus menjamin kesejahteraan mereka, pemerintah
meluncurkan formula baru untuk menghitung besaran kenaikan upah minimum tahunan
yang tertuang dalam PP No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Namun demikian, PP
Pengupahan ini justru menuai protes dari
sejumlah kelompok buruh karena dinilai tak menguntungkan mereka.
Juga diumumkan dalam
peluncuran paket keempat, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sudah
melakukan pemetaan terhadap perusahaan-perusahaan produsen komoditas ekspor di
Tanah Air. Hasilnya, terdapat 30 perusahaan yang berpotensi untuk memperoleh
kredit modal kerja.
Paket kebijakan kelima: Insentif untuk revaluasi aset dan penghapusan pajak
berganda dalam Real Estate Investment Trust (REIT)
Dalam paket kebijakan
ekonomi lima ini, pemerintah memberikan insentif pajak bagi individu atau badan
usaha yang ingin melakukan revaluasi aset.
Akan ada pemotongan
tarif Pajak Penghasilan (PPH) revaluasi. Jika proposal revaluasi diserahkan
sebelum akhir tahun, besaran tarif khusus revaluasi akan menjadi 3 persen dari
sebelumnya 10 persen. Apabila diserahkan pada semester pertama 2016, menjadi 4
persen dan bila pada semester kedua 2016, menjadi 6 persen.
Selain itu, instrumen
investasi Real Estate Investment Trust (REIT) akan bebas dari pajak berganda.
Lalu kebijakan apa yang bisa kita harapkan akan termuat pada paket keenam?
Dilansir oleh KataData, paket
kebijakan kali ini akan menyasar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Menurut Fithra, masih
ada banyak masalah mengenai konsep KEK ini sendiri. Istilah tersebut masih
digunakan secara salah kaprah. "Konsep KEK bisa efektif ketika ada
proteksi yang kuat terhadap masuknya investasi asing di daerah di
Indonesia," kata Fithra.
Perlindungan tersebut bisa berupa tarif tinggi, seperti yang dilakukan oleh Tiongkok. Bisa juga berupa kawasan khusus saja yang sangat terbuka terhadap investasi asing. Namun di Indonesia, secara umum Fithra menilai telah ada keterbukaan terhadap investasi.
Perlindungan tersebut bisa berupa tarif tinggi, seperti yang dilakukan oleh Tiongkok. Bisa juga berupa kawasan khusus saja yang sangat terbuka terhadap investasi asing. Namun di Indonesia, secara umum Fithra menilai telah ada keterbukaan terhadap investasi.
Dia menyarankan, daripada
membuat sesuatu yang efektifitasnya masih dipertanyakan, mengapa tidak kita
beri insentif terhadap proses industrialisasi?
"Jadi bukan soal
KEK, tapi berikan insentif terhadap industri," kata Fithra. Alasannya,
karena belakangan ini kita mengalami deindustrialisasi, terbukti dari
kontribusi industri terhadap PDB yang menurun.
0 komentar:
Posting Komentar