Pengertian
Dumping
Dumping
adalah pemberlakuan harga lebih rendah terhadap barang-barang ekspor yang
dijual kepada negara pengimpor, dibandingkan dengan harga normal yang
diberlakukan di pasaran domestik (negara pengekspor). Sedangkan barang dumping
adalah barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari
nilai normalnya di negara pengekspor.
Perdagangan
Internasional mendefinisikan dumping sebagai penjualan suatu komoditi di suatu
pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang wajar, biasanya
dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga di
pasar domestiknya atau di negara ketiga.
Sementara
itu menurut Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), dumping adalah suatu bentuk
diskriminasi harga, di mana misalnya seorang produsen menjual pada dua pasar
yang berbeda atau dengan harga-harga yang berbeda, karena adanya penghalang
tertentu antara pasar-pasar tersebut dan terdapat elastisitas permintaan yang
berbeda antara kedua pasar tersebut.
Sedangkan
menurut Kamus Hukum Ekonomi (Inggris-Indonesia), dumping adalah praktik dagang
yang dilakukan eksporir dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan
harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang
tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada
umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan
merugikan produsen pesaing di negara pengimpor.
Menurut
Robert Willig, terdapat lima tipe dumping jika ditinjau berdasarkan tujuan
eksporir, kekuaran pasar dan struktur pasar impor, sebagai berikut. (1) Market
Ekspansion Dumping, perusahaan pengekspor bisa meraih untung dengan menetapkan
“mark-up” yang lebih rendah di pasar impor karena menghadapi elastisitas
permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah. (2) Cyclical
Dumping, motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang
sangat rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai
kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk
terkait. (3) State Trading Dumping, latar belakang dan motivasinya mungkin sama
dengan kategori dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi moneternya.
(4) Strategic Dumping, ini menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan
saingan di negara pengimpor melalui strategis keseluruhan negara pengekspor,
baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya
produk yang sama ke pasar negara pengekspor. (5) Predatory Dumping, istilah ini
dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari
pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara pengimpor.
Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahan-perusahaan yang
memproduksi barang sejenis.
Sedangkan
apabila ditinjau berdasarkan motive of dumper dan the continuity of his
dumping, menurut Viner, dumping ada tiga bentuk, yaitu pertama, sporadic
dumping, merupakan dumping yang bersifat tidak tetap. Kedua, dumping as
intermitent, bersifat tidak tetap, tidak berkesinambungan, dan dilakukan dalam
kurun waktu yang singkat. Bentuk pertama dan kedua merupakan bentuk wajar
sebagai reaksi atau gejala pemasaran yang bersifat umum. Ketiga, dumping as
persistent, bersifat tetap dan terus menerus, yang berarti merupakan dumping
bentuk merugikan dan mengandung unsur dan bersifat sengaja dan direncanakan
untuk merebut pangsa pasar produsen barang sejenis negara tuan rumah.
Motif dan
Dampak Melakukan Dumping
Dumping
merupakan salah satu dari strategi dalam merebut persaingan pasar luar negeri
yaitu dengan cara diskriminasi harga. Diskriminasi harga, menurut Ida Bagus
Wyasa Putra, ada tiga alasan yaitu pertama, untuk mengembangkan pasar, dengan
cara memberikan insentif melalui pemberlakukan harga yang lebih rendah kepada
pembeli pasar yang dituju. Kedua, adanya peluang, pada kondisi pasar yang
memungkinkan penentuan harga secara lebih leluasa, baik di dalam pasar ekspor
maupun impor. Ketiga, untuk mempersiapkan kesempatan bersaing dan pertumbuhan
jangka panjang yang lebih baik dengan cara memanfaatkan strategi penetapan
harga yang lebih baik dan progresif.
Umumnya
motif suatu negara pengekspor yang melakukan dumping adalah merebut pangsa
pasar bagi produknya di negara-negara tujuan ekspor. Ketika harga barang yang diekspor
lebih rendah dari harga barang yang sama di negara tujuan ekspor maka tentunya
ini akan menguntungkan negara pengeskpor karena secara rasional produknya akan
digemari di negara luar negeri dan ini akan memberikan multiplier yang positif
dan besar bagi perekonomian negara pengekspor.
Namun
praktek dumping merupakan praktek perdagangan yang tidak fair, karena bagi
negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha
atau industri barang sejenis dalam negeri. Dengan terjadinya banjir
barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang di
dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis yang diproduksi di dalam negeri
kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis
dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan
hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis
dalam negeri.
Praktek Anti
Dumping
Karena
dampak negatif bagi negara pengimpor dari praktek dumping yang dilakukan oleh
negara pengekspor terhadap jenis barang yang sama, maka dibutuhkan aturan dan
pembatas serta pengendali terhadap praktek dumping tersebut. Aturan mengenai
larangan dumping (peraturan anti dumping) bertujuan memberikan proteksi
terhadap industri dalam negeri dari praktek dumping yang diduga dilakukan
ekportir atau produsen luar negeri.
Praktek
dumping dapat dikenakan tindakan anti dumping bila merugikan industri atau
produsen negara pengimpor. Hukuman bagi negara yang terbukti melakukan praktek
dumping dan merugikan industri atau produsen dalam negeri akan dikenakan bea
masuk anti dumping (BMAD) sebesar marjin dumping (selisih harga ekspor dengan
harga di pasar asal eksportir) yang ditemukan, guna mengeliminir kerugian dari
barang dumping sehingga industri dalam negeri tetap terlindungi dan dapat tetap
bersaing dengan barang impor.
Pengenaan
BMAD tentunya melalui beberapa tahap proses penyelidikan. Ketika lembaga
pemerintahan (komite anti dumping) yang terkait menerima laporan dari produsen
bahwa terdapat dumping atas barang yang diimpor tersebut maka komite tersebut
barulah bisa memulai proses penyelidikan praktek dumping negara pengekspor
tersebut. Untuk mencegah kerugian selama melakukan penyelidikan, komite dapat
mengusulkan kepada departemen terkait untuk melakukan tindakan sementara
seperti tindakan berupa pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Imbalan Sementara
(BMADS).
Pengenaan BMADS ditetapkan oleh menteri keuangan berupa pembayaran jaminan dalam bentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi paling besar sama dengan BMAD.
Selama proses penyelidikan dan terbukti negara pengeskpor melakukan praktek dumping maka pengekspor atau negara pengekspor harus melakukan tindakan penyesuaian berupa penyesuaian harga atau penghentian ekspor barang tersebut, atau lainnya. Tujuan dari tindakan penyesuaian tersebut adalah untuk menghilangkan kerugian industri di negara pengimpor. Namun jika negara pengekspor terbukti melakukan dumping dan tidak melakukan penyesuaian harga dari produsen negara pengekspor, maka BMAD akan dikenakan sebesar marjin dumping terhadap barang tersebut.
Pengenaan BMADS ditetapkan oleh menteri keuangan berupa pembayaran jaminan dalam bentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi paling besar sama dengan BMAD.
Selama proses penyelidikan dan terbukti negara pengeskpor melakukan praktek dumping maka pengekspor atau negara pengekspor harus melakukan tindakan penyesuaian berupa penyesuaian harga atau penghentian ekspor barang tersebut, atau lainnya. Tujuan dari tindakan penyesuaian tersebut adalah untuk menghilangkan kerugian industri di negara pengimpor. Namun jika negara pengekspor terbukti melakukan dumping dan tidak melakukan penyesuaian harga dari produsen negara pengekspor, maka BMAD akan dikenakan sebesar marjin dumping terhadap barang tersebut.
Kenapa
Praktek Dumping Masih Terjadi?
Ada beberapa
pendapat kenapa praktek dumping masih terjadi meskipun saat ini dibanyak negara
telah memiliki Undang-Undang Anti Dumping. Ketika suatu negara memutuskan untuk
menjual produknya ke luar negeri (lebih dari satu negara) lebih murah dari di
dalam negeri, maka:
·
Ketika negara tujuan ekspor tidak memproduksi barang
yang sejenis dan tidak juga terdapat barang yang sama dari negara lain maka
kehadiran barang dumping tidaklah menjadi masalah baik bagi produsen atau
industri negara tersebut dan juga bagi masyarakatnya. Jika kondisi ini terjadi
maka praktek dumping dapat terus berjalan di negara tersebut.
·
Ketika negara pengimpor tidak memiliki industri atau
produsen barang yang sejenis dengan barang dumping dari negara A, namun di
negara tersebut terdapat barang impor dari negara B yang sama, maka pada saat
barang dumping tersebut diperkenalkan kepada masyarakat suatu negara melalui
media promosi, tentunya tingkat penjualan barang tersebut akan meningkat karena
ini sangat menguntungkan masyarakat tersebut. Mereka dapat konsumsi dengan
harga yang lebih murah dan akan cepat mengalihkan konsumsi ke barang tersebut (besarnya
terkait dengan elastisitas permintaan barang tersebut) . Ketika fungsi
permintaan akan barang tersebut sangat elastis maka pada saat masuknya barang
impor sejenis dengan harga yang lebih murah maka konsumen akan beralih pada
barang yang lebih murah sehingga negara A akan untungkan dan negara B akan
dirugikan. Melihat kondisi ini negara B akan melaporkan terjadi praktek dumping
negara A ke departemen terkait di negara tersebut. Penyelidikan praktek dumping
ini memerlukan waktu untuk membuktikannya, namun barang dumping tersebut masih
boleh beredar di masyarakat sehingga ini membentuk citra barang tersebut dalam
pola konsumsi masyarakat. Ketika terbukti negara A melakukan praktek dumping
maka barang dumping tersebut terkena bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar
marjin dumping. Ini membuat barang tersebut indiferen dengan barang dari negara
B. Karena citra barang tersebut sudah melekat dalam pola konsumsi masyarakat
walaupun harganya akan sama, maka barang dumping tersebut tetap laku di negara
tujuan ekspor. Bagi negara A (dumping) kondisi ini tetap menguntungkan baik
sebelum maupun sesudah dikenakan BMAD, karena barangnya tetap diminati,
sehingga praktek dumping akan tetap dilakukan. Keuntungan ini akan dapat
diperoleh bahkan dapat meningkat ketika kualitas barang dumping lebih baik dari
barang lainnya. Hal yang sama juga terjadi ketika di negara tujuan ekspor
memiliki industri atau produsen barang sejenis dengan barang dumping.
·
Ketika terdapat industri sejenis di negara pengimpor
dan juga terdapat barang impor yang sama dari negara B dan hadirnya barang
dumping oleh negara A tidak merugikan industri negara tersebut dan negara B
maka produk dumping masih boleh diedarkan di negara tersebut.
Kenapa
Amerika tidak memusuhi Jepang yang melakukan praktek dumping? Ini terjadi
karena Amerika diuntungkan dengan adanya barang dumping dari Jepang. Selain
Amerika tidak memiliki industri yang menghasilkan barang sejenis seperti
Jepang, juga tindakan yang hanya memberlakukan BMAD terhadap produk Jepang oleh
Amerika berguna agar barang dumping Jepang akan bertarung dengan barang sejenis
yang diekspor oleh negara lain ke Amerika. Sehingga jika ini terjadi maka yang
diuntungkan justru masyarakat (konsumen) Amerika karena memperoleh barang
konsumsinya dengan lebih murah.
Simpulan
Praktek
dumping masih terus berlangsung karena tidak terdapat aturan yang benar-benar
melarang (tidak memperbolehkan) praktek tersebut. Undang-Undang anti dumping
hanya memuat pengenaan bea masuk anti dumping jika terbukti negara tersebut
melakukan praktek dumping. Pengenaan BMAD ini tentunya setelah melalui proses
penyelidikan dan terbukti adanya barang dumping tersebut merugikan industri
atau produsen dalam negeri dan negara pengekspor lain.
Dengan tidak
adanya UU yang melarang praktek dumping, kondisi ini akan menguntungkan negara
atau produsen yang melakukan praktek dumping. Keuntungan yang diperoleh negara
pengekspor tersebut mulai dari barang tersebut diperkenalkan, proses
penyelidikan dugaan melakukan praktek dumping, dan ketika sudah ditetapkan melakukan
praktek dumping.
Selain itu
pada saat negara pengekspor tersebut terbukti melakukan praktek dumping maka
terhadap barang dumping tersebut dikenakan BMAD sebesar marjin dumping tersebut
sehingga harga barang dumping dengan barang sejenis lainnya menjadi sama. Namun
karena barang dumping telah dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat maka pilihan
masyarakat mungkin akan berubah sedikit namun barang dumping tersebut akan
tetap laku.
Jadi suatu
negara tetap akan melakukan praktek dumping karena selain tidak adanya UU yang
benar-benar melarang praktek dumping (proteksi terhadap produk lokal) tersebut
juga pengenaan BMAD sebesar marjin dumping tetap menguntungkan bagi negara
pelaku dumping. Kondisi inilah yang membuat suatu negara tetap akan melakukan
praktek dumping
0 komentar:
Posting Komentar