Halaman

Rabu, 21 Oktober 2015

PENGARUH ALIRAN CASH FLOW DI INDONESIA TERHADAP PERTUKARAN NILAI RUPIAH DAN USD

Kembali Tertekan, Rupiah Menembus 14.700 Lagi
Jumat, 2 Oktober 2015 | 09:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tekanan terhadap rupiah masih terjadi Jumat (2/10/2015) ini. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada awal perdagangan di pasar spot melemah menembus level 14.700.


Data Bloomberg pukul 09.00 WIB, mata uang garuda berada di posisi Rp 14.708 per dollar AS, turun dibandingkan penutupan sebelumnya pada 14.691.

Kemarin, rupiah melemah 0,26 persen ke Rp 14.691 per dollar AS. Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia mencatat, rupiah menguat tipis 0,02 persen ke Rp 14.654 per dollar.

Analis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, rupiah gagal bangkit, meski Indonesia mencatatkan deflasi. Maklum, dollar AS kokoh karena didukung data penyerapan pekerja sektor swasta yang melebihi perkiraan.

Seperti dikutip Kontan, Reny memprediksi, rupiah hari ini berada di kisaran Rp 14.580-Rp 14.700.

Sementara Putu Agus Pransuamitra, Research and Analyst Monex Investindo Futures, menilai, hari ini ada peluang rupiah menguat, walaupun terbatas. Sejatinya rupiah memiliki katalis positif. Deflasi September menggiring inflasi year to date stabil di level 2,24 persen.
Pergerakan rupiah akan tergantung data klaim pengangguran AS. Jika pengangguran membengkak, dollar bisa tertekan. "Momentum ini bisa dimanfaatkan rupiah untuk menguat," kata Putu.
Prediksi Putu, hari ini, rupiah antara Rp 14.580-Rp 14.760.







‎Dalam 3 Bulan, Rupiah Melemah 2,4%

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur yang diadakan oleh Bank Indonesia pada Selasa (18/8/2015) memutuskan bahwa BI Rate tetap di level 7,5 persen. Salah satu pertimbangan menahan suku bunga tersebut adalah pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selama tiga bulan terahir, atau selama kuartal II 2015 dan juga ekpektasi nilai tukar rupiah untuk 3 bulan ke depan.

Dalam catatan BI, selama 3 bulan terakhir rupiah telah melemah 2,47 persen (quarter to quarter). ‎"Tekanan terhadap rupiah pada triwulan II tersebut dipengaruhi antisipasi investor atas rencana kenaikkan suku bunga AS (FFR), dan Quantitative Easing ECB, serta dinamika negosiasi fiskal Yunani," kata Gubernur Bank Indonesai Agus DW Martowardojo di Gedung Bank Indonesia, Selasa (18/8/2015).

Dijelaskan Agus, dari sisi domestik, penyebab pelemahan rupiah juga berasal dari meningkatnya permintaan valuta asing (valas) untuk pembayaran utang dan dividen sesuai pola musiman pada triwulan II 2015.  Namun, tekanan tersebut tertahan oleh sentimen positif terkait kenaikan outlook rating Indonesia oleh S&P dari stabil menjadi positif dan meningkatnya surplus neraca perdagangan.

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa, sejalan dengan reaksi pasar global terhadap keputusan China yang melakukan depresiasi mata uang Yuan, hampir seluruh mata uang dunia, termasuk Rupiah, mengalami tekanan depresiasi.

"Rupiah mencatat pelemahan cukup dalam (overshoot) dan telah berada di bawah nilai fundamentalnya (undervalued)," tegas Agus.

Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Salah satu yang diputuskan BI dalam RDG hari ini untuk meminimalisir pelemahan rupiah terhadap dolar adalah pengetatan‎ transaksi dengan menggunakan valuta asing.

‎"Kami selama ini mengatur yang sampai di atas US$ 100 ribu dalam sebulan baru pakaiunderlying, itu kita ubah di atas US$ 25 ribu, itu harus menyampaikan underlying transaksi dan NPWP, itu nanti akan dikeluarkan dalam bentuk penyesuaian PBI‎," tutup Agus. (Yas/Gdn)



0 komentar:

Posting Komentar